B. Arab

Pertanyaan

Pengertian dalil qath'I

1 Jawaban

  • ngertian Qath’i dan Zhonni

                Berdasarkan kenyataan di atas dan dari berbagai konteks pemaknaan yang ada, maka dapat diambil pemahaman bahwa:

    1.      Dalil Qath'i

    Secara bahasa yang dimaksud dengan qath’i adalah putus, pasti, atau diam. Qath’i dan Zhonni merupakan salah satu bahasan yang cukup rumit dikalangan ahli ushul fiqh ketika mereka berhadapan dengan kekuatan suatu hukum (hujjah suatu dalil) atau sumber suatu dalil.[3]

    Menurut Abdul Wahab Khallaf, qath’iadalah sesuatu yang menunjukkan kepada makna tertentu yang harus dipahami dari teks (ayat atau hadis). Qath’i tidak mengandung kemungkinan takwil serta tidak ada tempat atau peluang untuk memahami makna selain makna yang ditunjukkan teks.[4]

                Dalil Qath'i yang dirumuskan asy-Syatibi adalah suatu dalil yang asal-usul historisnya (al-wurud), penunjukkan kepada makna (ad-dalalah) atau kekuatan argumentatif maknanya itu sendiri (al-hujjiyah) bersifat pasti dan meyakinkan. seperti kepastian kita tentang adanya seseorang yang bernama Hatim, yang kita ketahui dari banyaknya kejadian-kejadian dan laporan-laporan mengenainya[5]. Atau seperti kepastian kita tentang adanya Kota Makkah dan Negara Mesir karena ke-mutawatiran berita-berita mengenainya sehingga seakan-akan kita melihatnya langsung[6].

                Menurut asy-Syatibi, ke-qath'i-an makna yang ditunjukkan oleh dalil tidak selalu lahir dari kekuatan dalil itu sendiri. Dengan kata lain, suatu dalil tidak secara berdiri sendiri menunjukkan kepada makna qath'i, sebagaimana yang disebutkan oleh asy-Syatibi;"... adanya ke-qath’i-an, dalam pengertian yang umum dipakai pada dalil-dalil syar'i secara satu persatu adalah mustahil atau amat langka"[7]. Ketidak-qath’i-an itu dapat disebabkan oleh kemungkinan-kemungkinan historis, misalnya asal-usul dalil tersebut secara historis (al-wurud) memang belum meyakinkan, dan apabila asal-usul historisnya telah terbukti shahih dan qath'i, dalil tersebut masih akan diliputi oleh kemungkinan-kemungkinan gramatikal dan semantik, misalnya adanya perbedaan bacaan (qira'ah) yang disebabkan oleh perbedaan analisis sintaksis, adanya makna ganda (musytarak), dan lain-lain.

                Akan tetapi ke-qath'i-an tersebut lahir dari gabungan sejumlah dalil yang secara bersama-sama mendukung penunjukkan kepada makna (ad-dalalah) yang pasti. Rukun Islam yang ada 5 (lima) itu misalnya adalah qath'i, dan ke-qath’i-annya diperoleh dengan cara demikian[8]. Kewajiban shalat misalnya tidak semata-mata ditunjukkan oleh perintah di dalam firman Allah SWT:

    واقيموا الصلاه......

     "Dan dirikanlah shalat..." (QS. al-Baqarah: 43).

    Dalil tersebut ditopang oleh sejumlah indikasi lain yang semuanya mendukung pemaknaan perintah di dalam firman Allah Swt. di atas sebagai menunjukkan wajib. Misalnya kita menemukan adanya pujian terhadap orang yang mengerjakan shalat dan celaan terhadap orang yang meninggalkannya, adanya perintah shalat dalam keadaan duduk sekalipun apabila tidak bisa berdiri, atau berbaring apabila tidak bisa duduk, dan indikasi lainnya. Kebersamaan inilah yang membuat Firman Allah SWT menjadi wajib dan membuat hukum wajib tersebut adalh Qoth’i[9].

    Namun, pendapat tersebut mengandung kebebasan berpikir yang berlebihan(ihtimal at-Takhayyul), yang apabila dibiarkan dengan sendirinya, tanpa adanya batasan, akan menyebabkan dan menimbulkan kesimpulan bahwa di dalam al-Qur'an tidak ada dalil yang bersifat qaih'idan tidak akan ada dalil yang dapat dijadikan pedoman secara pasti dan meyakinkan.

    Dan hal tersebut tidak mungkin keberadaannya karena di dalam al-Qur'an

    terdapat dalil-dalil yang bersifat universal, yang mendukung upaya menjaga prinsip universal, yaitu untuk menjaga agama (ad-Din\ jiwa (an-Nafs), akal (al-'Aql), keturunan (an-Nasab), dan harta (al-Mal), dan inilah dalil-dalil yang secara pasti dan meyakinkan untuk dijadikan pedoman.

    Disamping itu juga dalam al-Qur’an ayat-ayat yang bersifat qoth’I sangat sedikit sekali diperkiraan hanya 1% sedangkan ayat yang bersifat Zhonni 99% jumlahnya dasar ini lah yang menjadi landasan sebagai lapangan ijtihad para ulama fiqh.

Pertanyaan Lainnya